Minggu, 03 April 2011

Pemetaan Bisnis Proses Psikoterapi ke dalam Desain Awal Sistem Informasi

Kasus 1 :

Gangguan Bulimia Nervosa, Risa sudah beberapa bulan terakhir ini setelah makan selalu memaksa makanannya untuk keluar kembali dengan berbagai macam cara. Orang tuanya merasa ada yang aneh denagn anaknya. Akhirnya Risa di bawa k seorang sikolog.

a. Tahap konseling

1. Tahap awal

Tahapan awal konseling dilaksanakan untuk menciptakan hubungan baik dengan klien agar klien dapat terlibat langsung dalam proses konseling. Dalam membina hubungan baik antara konselor dan klien, untuk menimbulkan rasa percaya antara keduanya, saling menerima dan bekerja sama dalam menyelesaikan masalahnya.

2. Tahapan Inti

Tahapan inti konseling diselenggarakan dengan tujuan untuk membantu klien memahami gambaran dirinya, hakekat masalah yang dihadapinya, penyebabnya dan menemukan alternatif pemecahan masalah tersebut. Tahap ini terdiri dari:

A). Eksplorasi Kondisi Klien

Bagaimana cara konselor utnuk mengkondisikan keadaan klien dalam konseling atau berusaha mengadakan perubahan pada tingkah laku dan perasaan klien.

B). Identifikasi Masalah dan Penyebab

Pada tahap ini konselor mengadakan pendataan masalah dan mencari tahu latar belakang terjadinya masalah. Gangguan Bulimia Nervosa ini merupakan salah satu gangguan makan, dimana seseorang makan dalam jumlah yang tidak wajar, namun mengeluarkan kembali secara paksa. Jadi sebelum konselor memberikan diagnosis tentang penyakit apa yang diderita oleh klien itu, konselor terlebih dahulu harus mengetahui tentang latar belakang keluarga lingkungan klien, dan pola makan klien.

C). Identifikasi Alternatif Pemecahan

Dalam tahap ini konselor memberikan beberapa pilihan penyelesaian dan pemecahan masalah, di sini diharapkan klien sendiri yang memilihnya. Dalam kasus dapat dilakukan Terapi Kognitif Behavioral ,teknik terapi terapeutik yang berfokus membantu individu melakukan perubahan-perubahan, tidak hanya pada perilaku nyata tetapi juga dalam pemikiran, keyakinan dan sikap yang mendasarinya. Terapi Keluarga , Dapat digunakan untuk mengatasi konflik keluarga dan meningkatkan komunikasi di antara anggota keluarga yang menjadi salah satu faktor penyebab Bulemia nervosa. Dan juga dapat dilakukan Psikoterapi, Terapi Psikodinamika bertujuan untuk mengeksplorasi dan menyelesaikan konflik psikologis yang ada.

D). Pengujian dan Penetapan Alternatif Pemecahan

Pada tahap ini konselor meminta klien dari pemilihan pemecahan masalah tersebut untuk dapat melakukan dan mengerjakannya. Pada kasus ini klien memilih untuk menggunakan psikoterapi.

Pelaksanaan Terapi:

Dalam pelaksanaan terapi ini, Risa seorang pengidap gangguan Bulimia Nervosa diminta untuk memakan makanan yang menurutnya terlarang sementara terapis mendampingi untuk mencegah pasien muntah sampai keinginan memuntahkan itu hilang. Orang yang menderita Bulimia Nervosa harus belajar untuk menolerir pelangggaran aturan dietnya tanpa harus mengeluarkannya. Terapi ini sekaligus bertujuan membentuk self esteem klien dalam memandang body image nya. Terapis memberikan penguatan berupa kata-kata yang mengubah mind set dari Risa.

3. Tahapan Akhir

Tahapan akhir konseling ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengadakan penilaian terhadap keefektifan proses konseling dan penentuan tindak lanjutnya dari terapi yang sudah dilakukan. Tahap ini juga digunakan untuk mengakhiri proses pemberian bantuan, bisa bersifat sementara dan bisa bersifat tetap. Tindak lanjut adalah adanya perhatian konselor untuk mengamati agar klien jangan sampai kembali ke masalah atau regresi ke masalah semula.

Kasus 2 :

Gangguan Hipersomnia, Boby adalah seorang remaja yang mengidap gangguan Hipersomnia. Ini adalah gangguan tidur, dimana seseorang merasakan perasaan kantuk yang berlebihan. Boby sudah beberapa lama ini tidur secara berlebihan tidak seperti orang pada umumnya. Dia akhirnya berkonsultasi pada seorang konselor.

a. Tahap konseling

1. Tahap awal

Tahapan awal konseling dilaksanakan untuk menciptakan hubungan baik dengan klien agar klien dapat terlibat langsung dalam proses konseling. Dalam membina hubungan baik antara konselor dan klien, untuk menimbulkan rasa percaya antara keduanya, saling menerima dan bekerja sama dalam menyelesaikan masalahnya.

2. Tahapan Inti

Tahapan inti konseling diselenggarakan dengan tujuan untuk membantu klien memahami gambaran dirinya, hakekat masalah yang dihadapinya, penyebabnya dan menemukan alternatif pemecahan masalah tersebut. Tahap ini terdiri dari:

A). Eksplorasi Kondisi Klien

Bagaimana cara konselor utnuk mengkondisikan keadaan klien dalam konseling atau berusaha mengadakan perubahan pada tingkah laku dan perasaan klien.

B). Identifikasi Masalah dan Penyebab

Pada tahap ini konselor mengadakan pendataan masalah dan mencari tahu latar belakang terjadinya masalah. Gangguan Hipersomnia ini merupakan salah satu gangguan tidur, dimana seseorang akan merasakan akntuk yang berlebihan dan tidur yang tidak sewajarnya. Jadi sebelum konselor memberikan diagnosis tentang penyakit apa yang diderita oleh klien itu, konselor terlebih dahulu harus mengetahui tentang latar belakang keluarga, lingkungan klien, dan pola tidur klien.

C). Identifikasi Alternatif Pemecahan

Dalam tahap ini konselor memberikan beberapa pilihan penyelesaian dan pemecahan masalah, di sini diharapkan klien sendiri yang memilihnya. Dalam kasus dapat dilakukan Terapi Psikodinamika bertujuan untuk mengeksplorasi dan menyelesaikan konflik psikologis yang ada. Terapi Kognitif Behavioral, merupakan teknik terapi terapeutik yang berfokus membantu individu melakukan perubahan-perubahan, tidak hanya pada perilaku nyata tetapi juga dalam pemikiran, keyakinan dan sikap yang mendasarinya.

D). Pengujian dan Penetapan Alternatif Pemecahan

Pada tahap ini konselor meminta klien dari pemilihan pemecahan masalah tersebut untuk dapat melakukan dan mengerjakannya. Pada kasus ini klien memilih untuk menggunakan psikoterapi.

Pelaksanaan Terapi:

Dalam pelaksanaan terapi ini, Risa seorang pengidap gangguan Hipersomnia diminta untuk tetap melakukan aktivitas biasa agar tidak merasa kantuk dan memiliki kegiatan sementara terapis mendampingi untuk mencegah pasien untuk langsung tertidur saat rasa kantuk yang berlebihan itu datang. Orang yang menderita Hipersomnia harus belajar untuk melibatkan dirinya pada sebuah aktivitas agar terhindar dari keinginan untuk tidur yang berlebih. Konselor memberiakn stimulus pada klien dengan menyarankan klien melakukan ahl-hal yang menarik minatnya.

3. Tahapan Akhir

Tahapan akhir konseling ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengadakan penilaian terhadap keefektifan proses konseling dan penentuan tindak lanjutnya dari terapi yang sudah dilakukan. Tahap ini juga digunakan untuk mengakhiri proses pemberian bantuan, bisa bersifat sementara dan bisa bersifat tetap. Tindak lanjut adalah adanya perhatian konselor untuk mengamati agar klien jangan sampai kembali ke masalah atau regresi ke masalah semula.

Kasus 3:

Gangguan Attention-Deficit Hyperactivity, Fanya adalah seorang anak yang tidak pernah bias diam dan konsen dalam melakukan suatu kegiatan. Dia hampir tidak pernah duduk tenang. Fanay selalu saja melakukan hal-hal yang membuat orang disekitarnay tidak nyaman.

a. Tahap konseling

1. Tahap awal

Tahapan awal konseling dilaksanakan untuk menciptakan hubungan baik dengan klien agar klien dapat terlibat langsung dalam proses konseling. Dalam membina hubungan baik antara konselor dan klien, untuk menimbulkan rasa percaya antara keduanya, saling menerima dan bekerja sama dalam menyelesaikan masalahnya.

2. Tahapan Inti

Tahapan inti konseling diselenggarakan dengan tujuan untuk membantu klien memahami gambaran dirinya, hakekat masalah yang dihadapinya, penyebabnya dan menemukan alternatif pemecahan masalah tersebut. Tahap ini terdiri dari:

A). Eksplorasi Kondisi Klien

Bagaimana cara konselor utnuk mengkondisikan keadaan klien dalam konseling atau berusaha mengadakan perubahan pada tingkah laku dan perasaan klien.

B). Identifikasi Masalah dan Penyebab

Pada tahap ini konselor mengadakan pendataan masalah dan mencari tahu latar belakang terjadinya masalah. Gangguan Attention-Deficit Hyperactivity Hyperactivity ini merupakan salah satu gangguan pemusatan perhatian, dimana anak memperlihatkan impulsivitas, tidak adanya perhatian dan hiperaktivitas yang dianggap tidak sesuai dengan tingkat perkembangan mereka. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya gangguan Attention-Deficit Hyperactivity adalah faktor genetik, cedera otak, faktor neurokimiawi, faktor neurologis dan faktor psikososial. Jadi sebelum konselor memberikan diagnosis tentang penyakit apa yang diderita oleh klien itu, konselor terlebih dahulu harus mengetahui tentang latar belakang keluarga seperti pola asuh, kondisi keluarga klien, konstelasi keluarga klien.

C). Identifikasi Alternatif Pemecahan

Dalam tahap ini konselor memberikan beberapa pilihan penyelesaian dan pemecahan masalah, di sini diharapkan klien sendiri yang memilihnya. Dalam kasus dapat dilakukan Terapi Psikodinamika bertujuan untuk mengeksplorasi dan menyelesaikan konflik psikologis yang ada. Dan dapat diberikan juga Farmakoterapi, ini merupakan terapi dengan menggunakan obat-obatan. Antidepresan – termasuk imipramine (Tofranil), desipramine, dan nortriptyline (Pamelor) – telah berhasil digunakan untuk mengobati anak dengan gangguan Attention-Deficit Hyperactivity.

D). Pengujian dan Penetapan Alternatif Pemecahan

Pada tahap ini konselor meminta klien dari pemilihan pemecahan masalah tersebut untuk dapat melakukan dan mengerjakannya. Pada kasus ini klien memilih untuk menggunakan psikoterapi.

Pelaksanaan Terapi:

Dalam melaksanakan terapi Fanya yang mengidap gangguan Attention-Deficit Hyperactivity dapat diberikan kesempatan untuk menggali arti medikasi bagi dirinya sendiri sehingga dapat menghilangkan kekeliruan pengertian “saya gila”. Selain itu, anak dengan gangguan ini dibantu untuk menyusun lingkungannya agar kecemasan mereka menghilang. Orang tua dan lingkunganya harus membangun struktur hadiah atau hukuman yang dapat diperkirakan, dengan menggunakan model terapi perilaku kemudian menerapkannya pada lingkungan fisik, temporal, dan interpersonal.

3. Tahapan Akhir

Tahapan akhir konseling ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengadakan penilaian terhadap keefektifan proses konseling dan penentuan tindak lanjutnya dari terapi yang sudah dilakukan. Tahap ini juga digunakan untuk mengakhiri proses pemberian bantuan, bisa bersifat sementara dan bisa bersifat tetap. Tindak lanjut adalah adanya perhatian konselor untuk mengamati agar klien jangan sampai kembali ke masalah atau regresi ke masalah semula.